Bit Gula: Sumber Gula Potensial dari Tanaman Umbi-umbian Beriklim Sedang
Bit gula (Sugar beet), tanaman umbi-umbian dari famili Amaranthaceae yang berasal dari daerah beriklim sedang (Eropa, Amerika Utara, dan Asia Utara). Bit gula telah lama dikenal sebagai sumber utama produksi gula karena kadar sukrosanya yang sangat tinggi, mencapai 12 hingga 18%.
Karakteristik dan Kandungan Bit Gula
Tanaman ini tersusun atas akar yang membentuk umbi dan roset daun. Proses fotosintesis terjadi di daun, menghasilkan gula yang kemudian disimpan dalam akar. Umbi bit gula berbentuk silindris hingga kerucut, dengan panjang sekitar 20 - 30 cm, diameter 8 - 15 cm, dan memiliki warna krem.
Kandungan utama umbi ini meliputi 75% air, 12 - 16% gula, 5% ampas, serta berbagai mineral (fosfor, kalium, natrium) dan senyawa organik (saponin, betaine, asam amino bebas, asam bebas nitrogen).
Revolusi Bit Gula Tropis: Adaptasi di Iklim Panas
Meskipun bit gula asli membutuhkan suhu lingkungan yang cenderung lebih rendah (15 – 22oC) dan fotoperiode hari panjang (16 - 18 jam), para peneliti dunia telah mengembangkan varietas inovatif Tropical Sugar Beet (TSB).
TSB dirancang untuk beradaptasi di lingkungan tropis seperti Indonesia, India, dan Brasil. TSB menunjukkan toleransi terhadap suhu yang lebih tinggi (28 - 32oC) dan bersifat adaptif terhadap hari pendek (12 jam).
|
Parameter |
Sugar Beet (Iklim Sedang) |
Tropical Sugar Beet (TSB) |
|
Daerah Tumbuh |
Beriklim Sedang |
Daerah Tropis (Indonesia, India, Brasil) |
|
Suhu Ideal |
15 – 22 oC |
Toleran hingga 28 – 32 oC |
|
Ketinggian |
0 – 500 mdpl |
800 – 1.500 mdpl |
|
Umur Panen |
± 6 – 9 bulan |
± 5 – 6 bulan |
|
Produktivitas (Akar) |
50 – 70 ton/ha |
80 – 130 ton/ha |
|
Kadar Gula |
15 – 18% |
12 – 16% |
Keunggulan Bit Gula Dibanding Tebu
Pengembangan bit gula memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tebu sebagai sumber gula:
- Panen Lebih Cepat: Terutama TSB yang dapat dipanen dalam ± 5 – 6 bulan.
- Kadar Sukrosa Lebih Tinggi: Untuk varietas non-tropis, kadar sukrosa mencapai 15 – 18%.
- Kebutuhan Air Lebih Rendah: Membutuhkan lebih sedikit air untuk pertumbuhannya.
- Rotasi Tanaman Lebih Fleksibel: Memberikan pilihan rotasi yang lebih baik bagi petani.
- Jejak Karbon Lebih Rendah: Proses produksi gula dari bit umumnya memiliki jejak karbon yang lebih rendah.
Tantangan Pengembangan Bit Gula di Indonesia
Meskipun TSB menunjukkan potensi besar untuk ketahanan pangan nasional, pengembangannya di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan:
- Kebutuhan Lahan Dataran Tinggi: Meskipun TSB adaptif di tropis, ketinggian idealnya adalah 800 – 1.500 mdpl.
- Teknologi Pengolahan: Ketersediaan teknologi dan pabrik pengolahan bit gula belum banyak tersedia di Indonesia.
- Biaya dan Benih: Kebutuhan benih impor dan biaya awal yang lebih tinggi menjadi kendala investasi.
Namun, dengan produktivitas TSB yang mencapai 80 – 130 ton/ha dan keunggulannya dalam rotasi tanaman, bit gula tetap menjadi alternatif menjanjikan untuk diversifikasi sumber gula nasional di masa depan.